Sabtu, 28 Januari 2012

KOMPLIKASI INTRATEMPORAL PADA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


  1. PENDAHULUAN
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk.1
Secara klinis OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : tipe tubotimpanal (tipe mukosa = tipe benigna) dan tipe atikoantral (tipe tulang = tipe maligna. Otitis media supuratif, baik akut maupun kronik, mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini bergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotik mutakhir komplikasi otogenik menjadi jarang. 2,3
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapat meyebabkan suatu komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika mutahir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kurang jelas. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan komplikasi ini.1
Complikasi akut dan kronik otitis media jarang terjadi tetapi serius dan bersifat letal. Komplikasi kranial terjadi pada bagian tulang temporal cranium dan komplikasi intrakranial terjadi ketika infeksi telah menyebar ke tulang temporal. Komplikasi ini terjadi pada semua umur, tapi 75%nya terjadi pada dua decade pertama kehidupan mereka. Dengan alasan yang belum jelas laki-laki terkena dua kali lebih sering dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada pada masyarakat miskin dan hidup pada daerah yang terlalu padat, memiliki personal higieniti yang rendah, kesehatan yang buruk, terjadinya resistensi terhadap infeksi dan kurangnya pengetahuan atau terbatasnya akses kesehatan. Tidak mengherankan dua atau tiga komplikasi dapat muncul secara bersamaan. Istilah komplikasi kronik jika infeksi cranial dan intra cranial telah menetap lebih dari 8 minggu.4

  1. ANATOMI
Bagian-bagian dari os temporale yang membentuk norma lateralis adalah :
  1. Pars squamosa, mengadakan persendian dengan margo inferior os parietale, membentuk sutura squamosa. Ke arah anterior mengadakan persendian dengan ala magna ossis sphenoidalis. Pars squamosa membentuk processus zygomaticus (= zygoma), menonjol ke anterior mengadakan persendian dengan os zygomaticum, membentuk arcus zygomaticus, yang dapat dipalpasi in vivo. Margo superior dari arcus zygomaticus berada setinggi margo inferior hemispherium cerebri; di tempat ini melekat fascia temporalis. Pada margo inferior dan facies medialis arcus zygomaticus terdapat origo dari m.masseter. Margo inferior dan facies medialis arcus zygomaticus di bagian sebelah dorsal dari tuberculum articulare terletak caput mediale, yang mengadakan persendian dengan fossa mandibularis membentuk articulatio temporamandibularis. Di sebelah dorsal caput mandibulae terletak meatus acusticus externus, panjang 3 – 4 cm dan mencapai dorsal membentuk tuberculum articulare, tempat melekat ligamentum laterale. Di membrana tympani, sepertiga bagian lateralnya dibentuk oleh cartilago sehingga tidak diketemukan pada preparat kering. Atap dan dinding posterior dari meatus acusticus externus dibentuk oleh pars squamosa ossis temporalis, dan bagian lainnya dibentuk oleh pars tympanica ossis temporalis. Ujung medial darimeatus acusticus externus terpisah ari cavitas tympanica oleh membrana tympani. Cavum tympani adalah sebuah lubang yang terdapat di dalam os temporale. Di sebelah cranio-dorsal meatus acusticus externus terdapat suatu cekungan berbentuk segitiga, disebut foveola suprameatica. Kira-kira 1 cm di sebelah medial dari foveola suprameatica terdapat antrum mastoideum, yaitu salah satu rongga yang terdapat di dalam os temporale.5
  2. Pars tympanica, membentuk lantai dan dinding anterior meatus acusticus externus.5
  3. Pars styloideus, membentuk processus styloideus, suatu tonjolan tulang yang memanjang, runcing, kadang-kadang berukuran 8 cm, yang merupakan penonjolan ke arah caudo-lateral. Antara processus styloideus dan os hyoideum terdapat ligamentum stylohyoideum. Pada processus styloideus terdapat origo dari m.styloideus, m.styloglossus dan m.stylopharyngeus, dan juga tempat perlekatan dari ligamentum stylomandibulare. Di sebelah lateral dari processus styloideus terdapat glandula parotis.5
  4. Pars mastoidea, merupakan bagian posterior dari os temporale, bersatu dengan pars squamosa. Pada usia dewasa pars mastoidea mengandung rongga-rongga kecil berisi udara, membentuk cellulae mastoidea dan mengadakan hubungan dengan telinga bagian tengah (middle ear) melalui antrum mastoideum. Pada pars mastoidea ini terdapat processus mastoideus, sebuah penonjolan agak bulat, yang pada waktu lahir belum terbentuk dan berkembang mengikuti pertumbuhan anak. Posisi kedua processus mastoideus berada pada satu garis lurus dengan foramen occipitale magnum. Pada processus mastoideus melekat otot, antara lain m.sternocleidoimastoideus. Antara pars mastoidea dengan pars tympanica (tympanica plate) terdapat fissura tympanomastoidea, yang dilalui oleh ramus auricularis nervi vagi.5,6
  5. Pars petrosa, berada di bagian profunda. Bagian apeks pars petrous terhubung dengan telinga tengah dan bagian bertulang tuba eustachius.4,6
Telinga tengah terdiri dari :
1. Membran timpani, dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: pars tensa dan pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu per-mukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan me-lekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang dari tulang tem-poral. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleo-laris anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang).1,5,6
2. Kavum timpani, merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani. Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus stapedius.5
3. Prosesus mastoideus, rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.5
4. Tuba eustachius, terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani.5

Telinga Tengah1,6
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari tiga buah kanalis semi sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helicotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibule.
Kanalis semisircularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule bagian atas, skala timpani timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa berbeda denga endolimfe. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ korti.

Saraf yang Melalui Lobus Temporalis
Nervus fasialis memasuki tulang temporal melalui canal auditori internal. Canalis auditori internal terletak disebelah superior nervus koklearis dan disebelah anterior nervus vestibularis superior. Batang utama nervus tersebut berjalan disepanjang dinding medial cavum timpani disebelah superior jendela oval kemudian berbelok disekitar jendela oval kemudian melalui daerah inferior secara vertical. 6
Di daerah intra temporal bercabang menjadi tiga bagian melalu kavum mastoid (1) otot stapedius (2) menginervasi meatus akustikus eksterna dan (3) korda timpani. Dua cabang terakhir sangat berguna sebagai penunjuk saat operasi dilakukan.6


PATOGENESIS
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur sekitarnya. Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar ke dua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses periosteal, suatu komplikasi yang tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural,tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak.1
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi akan terbentuk.1,x Pada otitis media supuratif akut atau eksaserbasi akut penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus yang kronik, penyebaran melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah toksin masuk melalui jalan yang sudah ada, misalnya masuk melalui fenestra rotundum, meatus akustikus eksternus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.1
Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu infeksi telinga tengah ke intracranial.1
Penyebaran hematogen melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya1,x :
  1. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh
  2. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal
  3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila1 :
  1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit
  2. Gejala prodromal infeksi local biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas, misalnya paresis nervus fasialis ringan yang hilang timbul mendahului paresis n.fasialis yang total, atau gejala meningitis local mendahului meningitis purulenta
  3. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara focus supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya dilapisis oleh jaringan granulasi.
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila1 :
  1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
  2. Ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah sembuh. Komplikasi intracranial mengikuti komplikasi labirinitis supuratif
  3. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melaui sawar tulang yang bukan oleh karena erosi.

  1. Diagnosis Komplikasi yang Mengancam
Pengenalan yang baik tehadap perkembangan suatu penyakit telinga merupakan prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinis dengan tidak berhentinya otorhea dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai terjanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk (drowsiness), somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya. Timbulnya nyeri kepala didaerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah yang proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial.1
Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti keluar. Hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.1
Pemeriksaan neurologimemberikan informasi yang dibutuhkan untuk diagnosis supuratif labirinitis, fascial paralisis, dan complikasi intracranial. Sebagai tambahan dalam memeriksa fungsi saraf cranial, pemeriksa harus mengetahui kesadaran pasien, mengetahui respon meningeal sign dan mengevaluasi adanya deficit pada serebellum atau serebrum. 4
Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan kerusakan dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan CT scan. Erosi tulang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT scan berfaedah untuk menentukan letak anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan efektif.Untuk melihat lesi di otak, misalnya abses otak, hidrosefalus dan lain-lain dapat dilakukan pemeriksaan CT scan otak tanpa dan dengan kontras.1
Magnetic resonace imaing (MRI) jauh lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendiagnosa infeksi atau abses pada parenkim otak, abses epidural, thrombosis sinus lateralis, atau empiema subdural.4

  1. KOMPLIKASI INTRATEMPORAL OMSK

Menurut Shambough (2003) komplikasi OMSK terbagia atas1:
a. Komplikasi Intratemporal
- Perforasi membran timpani.
- Mastoiditis akut.
- Parese nervus fasialis.
- Labirinitis.
- Petrositis.
b. Komplikasi Ekstratemporal.
- Abses subperiosteal.
c. Komplikasi Intrakranial.
- Abses otak.
- Tromboflebitis.
- Hidrocephalus otikus.
- Empiema subdural/ ekstradural.
Cara penyebaran infeksi1 :
  1. Erosi langsung dari tulang oleh karena proses inflamasi (osteitis)
  2. Tromboflebitis yang terinfeksi karena vena emisari melewati tulang
  3. Jalur yang dilalui seperti oval window, round window atau defek operasi dan sepanjang garis fraktur di tulang temporal.
MASTOIDITIS
Merupakan komplikasi tersering otitis media supuratif. Terjadi ketika ada ekstensi dari infeksi ke air cell mastoid dengan supurasi dan kehilangan septum interseluler. Komplikasi ini sering mengenai anak-anak.1,7
  1. Mastoiditis Akut
Gejala klinis2,3 :
        • Nyeri telinga yang meningkat
  • Demam tinggi atau rekuren
  • Otore yang semakin banyak dan persisten
  • Tampak pembengkakan postaurikuler
  • Tenderness di sekitar antrum mastoid, kadang-kadang abses subperiosteal berkembang selama proses mastoid
  • Membran timpani perforasi dan sekret telinga atau kelihatan merah dan bulging, jika membran timpani normal pasien tidak menderita mastoiditis akut.
Investigasi 2 :
  • CT Scan lebih akurat dan dapat memperlihatkan komplikasi yang lainnya. CT Scan memperlihatkan gambaran opak dan koalesen air cell
  • Evaluasi Audiologi kadang-kadang dibutuhkan pada mastoiditis
  • Kultur dan tes sensitivitas dari sekret telinga
Terapi 2,3,8:
  • Antibiotik spectrum luas sebaiknya diberikan secara intravena, misalnya vancomycin dan ceftriaxone.
  • Analgesik, antipiretik dan antiinflamasi
  • Dekongestan nasal, lokal dan sistemik untuk meningkatkan fungsi tuba auditiva
  • Jika terdapat abses subperiosteal atau respon antibiotik tidak tampak perubahan dan pengobatan operasi komplit diindikasikan dengan masoidektomi kortikal.
  1. Mastoiditis subakut (masking mastoiditis)
Mastoiditis subakut dapat terjadi ketika pengobatan yang tidak adekuat dari pengobatan otitis media akut sebagai hasil dari infeksi ringan rongga mastoid. Gejala dan tanda klinis sama dengan akut mastoiditis, tetapi lebih berat dan persisten. Diagnosis dibuat dengan menggunakan CT Scan.3,9 Kebanyakan kasus membutuhkan ventilasi dari telinga tengah dikombinasikan dengan antibiotik. Jika pengobatan gagal dalam menyingkirkan infeksi, mastoidektomi kortikal diindikasikan.3
  1. Mastoiditis kronik
Biasanya terjadi pada otitis media kronik dengan jaringan granulasi yang melibatkan mastoid, erosi tulang dan dapat menyebabkan komplikasi lain. Mastoiditis kronik paling sering ditemukan di mastoid-mastoid sklerotik. Terapi untuk mastoiditis kronik yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Antibiotik yang digunakan ciprofloxacin peroral dengan atau tanpa klindamisin, piperacillin / tazobactam IV. 2,8

PARESIS NERVUS FASIALIS
Paresis n.fasialis dapat terjadi pada otitis media akut dan kronik. Terdapat dua mekanisme yang dapat menyebabkan paralisis nervus fasialis yaitu :1. Hasil toksin bakteri di daerah tersebut 2. Dari tekanan langsung terhadap saraf oleh kolesteatoma atau jaringan granulasi. Pada otitis media akut, penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis khususnya pada anak terjadi ketika kanalis nervus fasialis pada telinga tengah mengalami congenital dehiscent atau saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen sehingga dapat menimbulkan inflamasi dan edema pada saraf dan menyebabkan paresis.1,3,10
Pada otitis media kronik bisa mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat dilibatkan dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis. Manifestasi klinik yang tampak yaitu paralisis nervus fasialis bagian bawah, ipsilateral terhadap telinga yang sakit.3
Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainny, serta menghilangkan tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Jika terjadi congenital dehiscent maka perlu dilakukan miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan pemberian antibiotik yang kebanyakn menyebabkan resolusi parese yang sinakat. Bila dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah dipikirkan untuk melakukan dekompresi. Pada otitis media kronik diindikasikan operasi eksplorasi mastoid. Tindakan dekompresi kanalis n. fasialis harus segera dilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.1,2,3,7

LABIRINITIS
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat. Sedangkan labirinitis yang terbatas (labirinitis sirkumskripta) yang menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja. Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis bakteri (supuratif) mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari rongga telinga tengah melalui fistula tulang labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen rotundum dan foramen ovale. Infeksi dapat mencapai labirin dengan erosi dari kanalis semisirkular lateral dengan kolesteatoma atau dengan invasi bakteri melewati round window ke ruang perilimfe. Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan kronik difus.3,7,8,11
Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi. Erosi tulang pada telinga dalam oleh kolesteatoma (paling sering kanalis semisirkular lateral) memperlihatkan rute alternatif untuk infeksi telinga dalam.3,7,8

Gejala klinik2 :
  • Vertigo yang ringan pada labirintitis serosa dan berat pada labirinitis purulenta
  • Mual dan muntah
  • Nistagmus
  • Terdapat tes fistula positif : tekanan pada tragus menyebabkan vertigo atau deviasi mata karena pergerakan dari perilimfe dan tes fistula negatif bia fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granulasi atau bila labirin sudah mati/paresis kanal.
  • Dapat memperlihatkan ketulian sensorineural pada labirinitis purulenta
Terapi1,2,11 :
  1. Tujuan utama terapi labirinitis yaitu mengeradikasi infeksi, Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan vestibulokoklea yang lebih lanjut, dan mencegah meningitis dengan penggunaan antibiotik.
  2. Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatom. Dapat diberikan obat vestibule-sedatif dan nutrisi yang adekuat.
  3. Pada fistula di labirin dilakukan eksplorasi mastoid pada otitis media kronik untuk menutup fistula yang didapatkan pada kanalis semisirkuler lateral, sehingga fungsi telinga dalam dapat pulih kembali.
  4. Mastoidektomi untuk mengeradikasi patologis telinga
  5. Labirinektomi : untuk menyalurkan telinga dalam yang terinfeksi
  6. Rehabilitasi untuk ketulian dengan alat bantu dengar atau implant koklear.
Fistula of the right lateral semicircular canal (arrow) seen on axial temporal bone CT.  (Image used by permission from Head and Neck Archive, Advanced Medical Imaging Reference Systems [AMIRSYS], Salt Lake City, UT. Accessed January, 2003.)
PETROSIS
Hampir sepertiga tulang temporal memiliki sel-sel udara dalam apeks petrosa. Sel-sel ini menjadi terinfeksi melalui perluasan langsung dari infeksi telinga tengah dan mastoid. Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi dari telingah tengah ke os.petrosa. yang sering adalah penyebaran langsung ke sel-sel udara tersebut. Infeksi dapat menyebar ke apeks petrosa dan melibatkan nervus cranial VI. Petrosis merupakan salah satu komplikasi persisten setelah mastoidektomi kortikal atau radikal yang tidak adekuat sebelumnya. 1,3,7,8
Manifestasi klinis 2 :
Petrosis terdiri dari trias gejala yang disebut Gradenigo’s sindrom yang terdiri dari :
  1. Diplopia dari kelemahan rektus lateralis
  2. Nyeri reto-orbital (karena melibatkan divisi oftalmika nervus trigeminus)
  3. Otore yang persisten
Investigasi 2:
  • CT Scan merupakan alat diagnostik
Contrast CT scan showing petrous apicitis. Arrows show opacification of petrous apex air cells.  (Image used by permission from Head and Neck Archive, Advanced Medical Imaging Reference Systems [AMIRSYS], Salt Lake City, UT. Accessed January, 2003.)

Pengobatan 2 :
1.Pemberian antibiotik untuk mencegah komplikasi intracranial.
2.Eksplorasi mastoid dengan drainase di sel apikal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar